Konflik Kuki Diduga Dirancang Sejak Lama
Konflik berkepanjangan di Manipur antara komunitas Kuki dan Naga ternyata bukan sekadar ketegangan etnis biasa. Lewat laporan panjang yang ditulis oleh jurnalis Birendra Laishram, sejumlah fakta historis dan dokumen lama mulai diungkap, menunjukkan indikasi bahwa konflik ini telah direncanakan secara sistematis sejak beberapa dekade silam, dengan dukungan diam-diam dari otoritas negara.
Dalam artikelnya di Ukhrul Times, Birendra mengutip tulisan Dr. Nelson Vashum dari tahun 2018 yang menyebut keterlibatan langsung pemerintah India dalam mendukung kelompok bersenjata Kuki. Memorandum dari Kuki National Army (KNA) yang ditujukan kepada Menteri Dalam Negeri India pada 1980 mencuatkan janji untuk menumpas perlawanan gerakan kemerdekaan Naga dalam waktu lima tahun — sesuatu yang gagal dicapai India dalam empat dekade sebelumnya.
Tak hanya itu, laporan Dr. Vashum juga mengungkap bagaimana pemerintah India melalui Kementerian Pertahanan melatih 250 pemuda Kuki dalam kelompok bersenjata bernama Kuki Defence Force (KDF) pada awal 1990-an. Saat itu, tujuan resmi pelatihan disamarkan, namun informasi di lapangan menyebutkan sasaran utama mereka adalah komunitas Tangkhul dan NSCN-IM, organisasi perjuangan Naga.
Dalam sebuah pertemuan pribadi, seorang Kolonel Angkatan Darat India bahkan pernah mengakui hal itu kepada seorang dokter setempat, seperti ditulis Birendra. Keterlibatan petinggi militer India memperjelas bahwa kekerasan di Manipur tidak lahir dari akar rumput semata, melainkan disokong skenario dari pusat kekuasaan di New Delhi.
Lebih jauh, laporan itu juga menyebut bahwa pada 1989-1990, SC Jamir yang saat itu menjabat Kepala Menteri Nagaland mengirim tim rahasia ke Manipur. Misi mereka adalah memicu bentrokan antar-etnis antara Kuki dan Meitei guna mengacaukan stabilitas kawasan serta melemahkan perlawanan Naga. Operasi tersebut dikomandoi seorang perwira intelijen bernama Kolonel Joy Singh.
Keterlibatan berbagai pihak termasuk badan intelijen RAW disebut-sebut terus berlangsung hingga awal 1990-an. Nehlun Haokip, komandan KDF kala itu, sempat membocorkan kepada pers soal aliran dana dan senjata dari pemerintah pusat untuk mendukung operasi melawan komunitas Naga. Pengakuan itu berujung tragis karena tak lama setelahnya Nehlun dieksekusi oleh kelompoknya sendiri.
Birendra Laishram juga mengutip catatan Hindustan Times yang menyebut bahwa KNA sempat meminta dana Rp 7 crore kepada pemerintah India untuk mendanai perang habis-habisan melawan NSCN-IM. Fakta ini mempertegas dugaan bahwa negara punya andil dalam membiayai konflik bersenjata antar komunitas di wilayah tersebut.
Lebih jauh ke belakang, Birendra mengutip sumber dari Rongmei Encyclopedia yang mendokumentasikan kekerasan Kukis terhadap desa-desa Naga sejak era kolonial Inggris. Sejumlah pembantaian massal terjadi sejak 1880-an, di mana desa Tangkhul seperti Chingsow hingga Mongjarong Khunou jadi sasaran penyerangan brutal.
Hal serupa juga terjadi dalam pemberontakan Kuki 1917-1919 yang menewaskan ribuan warga Naga dan meratakan ratusan desa. Sir Robert Reid dan BC Allen mencatat pembantaian sistematis ini, menunjukkan pola kekerasan Kukis terhadap komunitas lain bukanlah fenomena baru.
Pada awal 1990-an, kekerasan kembali membara. Dalam sebuah surat yang dimuat Eastern Panorama pada Oktober 1993, disebutkan bahwa pembentukan KNF/KNA diinisiasi oleh C Doungel dan Holkhomang Haokip, dengan dana besar yang diberikan untuk menghancurkan basis komunitas Naga.
Operasi gabungan antara milisi KNF/KNA dan 15th Assam Regiment menghancurkan desa-desa Naga di Manipur, termasuk pengungsian massal dari Moreh dan pembakaran ratusan rumah. Aksi itu memicu terbentuknya pasukan bela diri Naga bernama Naga Lim Guard (NLG) di bawah United Naga Council (UNC) pada Mei 1993.
Menariknya, pemerintah Manipur saat itu, di bawah RK Dorendra Singh, justru memerintahkan pelucutan senjata masyarakat Ukhrul dan memberikan penghargaan kepada salah satu militan KNF/KNA. Tindakan ini dipandang sebagai bentuk dukungan terselubung terhadap agresi Kuki.
Dugaan konspirasi konflik ini juga diperkuat oleh kampanye propaganda bertajuk Sahnit Ni, yang dianggap kaum Naga sebagai taktik untuk mengaburkan sejarah kekerasan Kuki dan membalikkan narasi publik. Kegiatan ini terus didukung oleh sejumlah elemen negara.
Birendra Laishram dalam laporannya menilai bahwa tanpa keterlibatan langsung pemerintah India dan Manipur, konflik ini tidak akan berlangsung sedemikian brutal. Ia menegaskan bahwa kebijakan pecah-belah berbasis etnis masih menjadi alat kontrol di timur laut India hingga kini.
Penutup artikel itu meminta klarifikasi resmi dari Perdana Menteri Narendra Modi, Menteri Dalam Negeri, serta Kepala Menteri Manipur terkait keterlibatan negara dalam kekerasan etnis ini. Birendra menilai, hanya dengan pengakuan terbuka dan rekonsiliasi serius, luka sejarah di Manipur bisa benar-benar disembuhkan.
Tidak ada komentar
Posting Komentar